Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI WAIKABUBAK
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2017/PN Wkb 1.AMINA MALO
2.SALOMINCE BELA MOTO
Kepolisian Resor Sumba Barat Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 05 Apr. 2017
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2017/PN Wkb
Tanggal Surat Rabu, 05 Apr. 2017
Nomor Surat 1
Pemohon
NoNama
1AMINA MALO
2SALOMINCE BELA MOTO
Termohon
NoNama
1Kepolisian Resor Sumba Barat
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

I. FAKTA HUKUM

Pasal 79 KUHP berbunyi : “ Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh Tersangka , Keluarga, atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Dengan menyebutkan Alasannya;

II. TENTANG  DUDUK  PERKARA  DAN  ALASAN  PRAPERADILAN

 

Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa dan negara yang tertib,bersih,makmur dan berkeadilan.
Bahwa UUD 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) ditegaskan segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalamhukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya;-

 

Bahwa dalam KUHAP ditegaskan adanya persamaan kedudukan dihadapan hukum (equal before the law) dan kedudukan perlindungan yang sama oleh hukum (equal protection on the law);-

 

Bahwa yang lebih penting lagi KUHAP menganut azas Legalitas yakni semua upaya penegakan hukum harus berdasarkan ketentuan hukum dan undang-undang serta menempatkan kepentingan hukum dan perundang-undangan di atas kepentingan segala-galanya, sehingga terwujud suatu kehidupan yang selaras dengan ketentuan perundang-undangan dan perasaan keadilan masyarakat;-

 

Bahwa Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam Pasal 17 ditegaskan “ Setiap orang tanpa diskriminasi berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan,pengaduan dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”;

 

Bahwa Indonesia sebagai Negara Hukum yang menjujung  tinggi Hak Asasi Manusia,sebagaimana yang termaktum dalam  UUD 1945 pasal 28D ayat (1) yang berbunyi : “Setiap orang berhak atas Pengakuan, Jaminan dan Kepastian Hukum Yang Adil serta Perlakuan yang sama dihadapan Hukum” Maka secara Hakikatnya Hukum Acara Pidana adalah aturan Hukum untuk melindungi Warga Negara dari Perlakukan sewenang-wenang oleh Aparatur Penegak Hukum karena diduga melakukan perbuatan Pidana;-

 

Bahwa setiap proses penegakan hukum harus berlandaskan prinsip keseimbangan yang serasi antara perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat. Bahwa aparat penegak hukum pada setiap saat harus sadar dan mampu bertugas dan berkewajiban untuk mempertahankan social interest (kepentingan masyarakat) yang dibarengan dengan tugas dan kewajiban menjunjung tinggi human dignity dan individual protection yakni menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta perlindungan kepentingan individu

 

Bahwa lembaga Praperadilan berfungsi melakukan pengawasan horizontal terhadap adanya tindakan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh instansi Kepolisian selaku penyidik dan instansi kejaksaan selaku penuntut umum. Pengawasan ini merupakan bagian dari implementasi integrated criminal justice system;

 

Bahwa dalam perkembangannya sesuai kebutuhan dan tuntutan masyarakat maka lembaga Praperadilan harus bersikap dan berpandangan progresif ke depan demi tercapainya rasa keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat luas. Sejalan dan senafas dengan alasan YURISPRUDENSI diciptakan, yang mengacu pada UU RI No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman : “ Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa Perkara, mengadili Perkara dan memutus perkara yang diajukan dengan alasan “ HUKUM TIDAK ADA atau KURANG JELAS (kabur) melain wajib memeriksa dan mengadilinya serta mewajibkan Hakim dan Hakim Konstitusi menggali,mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat;-

 

Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 21/PUUXII/2014 yang amarnya menegaskan “ Pasal 77 huruf (a) UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan UUD Negara RI tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan”. Dengan demikian sah atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan sudah merupakan obyek praperadilan;-

 

Bahwa proposisi mengatakan “ Statue Law must Prevail” (semua penegak Hukum bergantung pada penerapan Undang-Undang), Jadi tidak ada ruang / alasan apapun dari Penegak Hukum tanpa mengacu pada penerapan hukum yang digariskan KUHAP ataupun PERKAP ,Yurisprudensi Hukum serta Doktrin Hukum lainnya. Sehingga Penanganan Kasus Pidana harus secara Subjekti dan Objektif serta melalui Pembuktian Materiil ataupun Formil dengan tetap mengkedepankan “ Asas Praduga tak Bersalah”;-

 

Bahwa Pemohon sebagai Warga Negara Indonesia yang menjunjung tinggi Supremasi Hukum sangat dirugikan karena sudah ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON berdasarkan adanya Surat Panggilan NOMOR:.S.GIL / 432 / X / 2016 / RESKRIM dikeluarkan pada tanggal 10 Oktober 2016 ( vide bukti P-1) atas nama pelapor Sesilia Bolu Kodu;-

 

Bahwa Penetapan Tersangka adalah bagian dari proses yang didalamnya kemungkinan terdapat tindakan sewenang-wenang dari penyidik yang termasuk dalam perampasan hak asasi seseorang. Oleh karena itu keabsahan penetapan tersangka sebagai obyek pranata pra peradilan agar perlakuan terhadap seseorang dalam proses pidana memperhatikan tersangka sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat dan kedudukan yang sama di hadapan hukum;-

 

Bahwa yang dimaksud dengan Tersangka berdasarkan Pasal 1 ayat 14 KUHAP adalah orang yang karena perbuatannya atau keadaanya berdasar bukti permulaan patut diduga sebagai Pelaku tindak Pidana, sehingga intisari dari Bukti Permulaan adalah mengenai “ KUALITAS” bukti tersebut beserta unsurnya yang terpenuhi secara absolut;-

 

Bahwa Penyelidikan diartikan sebagai serangkaian tindakan Penyelidik (Pejabat Polisi        Negara yang khusus ditugaskan dalam Penyelidikan) untuk mencari dan Menemukan peristiwa yang diduga merupakan tindak Pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan Penyidikan dan  patut atau tidaknya diproses pidana /dikriminalisasi;-

 

Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP ditegaskan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya;-

 

Bahwa Pemohon telah dilaporkan oleh Sdri. Sesilia Bolu Kodu yang merasa menjadi Silce Kodu dengan Laporan No: LP/PID/146/VIII/2016/NTT/RES.SB tertanggal 04 Agustus 2016. Terkait Penghinaan / Pencemaraan Nama Baik SILCE KODU;-

 

Bahwa tulisan status PEMOHON di dalam Facebook, sama sekali tidak ada kait mengait ataupun hubungan Hukum dengan nama Pelapor dan Pencemarannya.;-

 

Bahwa dari Laporan sdri. Sesilia Bolu Kodu, Sepertinya membuat Kesan bahwasanya Sesilia Bolu Kodu merupakan salah satu dari wanita yang juga berselingkuh dengan suami PEMOHON (seorang oknum Kepolisian POLRES Sumba Barat) sehinnga dia merasa Tercemar karena Perselingkuhannya yang melanggar Kesusilaan dijadikan bahan pelampiasan kekecewaan / kekesalan oleh PEMOHON pada media sosial;-

 

Bahwa Komentar seseorang pada media sosial merupakan bentuk komunikasi sosial yang melibatkan banyak orang. Media sosial seperti Facebook merupakan media terbuka yang berarti memungkinkan siapa saja pengunjung Facebook untuk dapat membaca tulisan yang melalui Facebook tertentu. Ada banyak tujuan seseorang menyampaikan tulisan melalui media sosial diantaranya adalah menyampaikan pendapat atas peristiwa di masyarakat ataupun Kekecewaan, candaan dan lainnya;-

 

Bahwa sesuatu telah Menghantam Bahtera Rumah tangga Pemohon karena adanya orang ke-3 (tiga). Kemudian dituangkan PEMOHON dalam Facebook milik Pemohon dan itu adalah merupakan suatu informasi elektronik yang haruslah dilihat secara utuh dalam sebuah konteks komunikasi yang menjelaskan sebuah peristiwa. Seorang pengguna teknologi informasi seperti pengguna media sosial menyampaikan komentarnya / opininya ada yang bermaksud atau beritikad baik agar masyarakat atau orang lain tidak mengalami atau agar dapat dicegah peristiwa yang serupa tidak terjadi lagi;-

 

Bahwa Pelaporan Pelapor  hanya berupa perasaan belaka sehingga Pelapor merasa juga memiliki 2 (dua) Nama Asli sesuai dengan Akte Lahir,Ijasah dan KTP adalah SILCE Kodu dan Sesilia Bolu Kodu, hingga Penyelidikan lalu Penyidikan oleh TERMOHON Menetapkan PEMOHON menjadi Tersangka kasus Pencemaran nama Baik. Tanpa Memeriksa atau Meminta identitas PELAPOR secara otentik untuk membuktikan NAMA PELAPOR serta kesesuaiannya dengan alasan PELAPORAN;-

 

 Bahwa Secara PROSEDURAL penyidikan tindak Pidana merupakan proses/ tahapan

Proyurikasi sehingga tindakan PENYIDIKAN tidaklah terlepas dari yang namanya

 

Bahwa sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia arti ALIAS = Nama Samaran;-

 

Bahwa TERMOHON menggambil Laporan dari Pelapor / saksi Korban tanpa memperhatikan Nama Pelapor sesuai identitas melalui KTP (kartu tanda penduduk) , sehingga nama “ALIAS” / Samaran dijadikan SANDARAN sebagai  “BUKTI PERMULAAN yang cukup untuk Menetapkan PEMOHON  menjadi Tersangka  tindak Pidana UU ITE pasal 27 ayat(3)sub pasal 310 KUHP;-

 

Bahwa PENETAPAN TERSANGKA PEMOHON oleh TERMOHON yang menggunakan SILCE KODU (samaran) menimbulkan kesan bahwasanya TERMOHON memiliki Undang-Undang edisi Khusus yaitu “ Undang-Undang ITE tentang PENCEMARAN NAMA ALIAS / SAMARAN” Karena sesuai akta Otentik dan bukti bahwa Namanya PELAPOR adalah Sesilia Bolu Kodu dan Mempunyai Nama ALIAS / samaran di FaceBook adalah Che Sha (vide bukti P-2) bukan SILCE KODU;-

 

Bahwa Sama sekali tidak ada Hubungan Hukum atara Pelapor dan Pelaporannya  Kepada PEMOHON , karena Kekecewaan yang dituliskan dalam Facebook / media social oleh Pemohon adalah untuk sang suami Pemohon (DERY ADVENTA RAGA) yang tertangkap basah berselingkuh didepan mata PEMOHON dengan LONTE;-

 

Bahwa tindakan TERMOHON terkesan sangatlah gegabah dan sewenang wenang dengan menetapkan Pemohon menjadi TERSANGKA dengan bersandar pada nama ALIAS / SAMARAN.  Kecuali   TERMOHON ataupun PELAPOR dapat membuktikan dengan otentik bahwa Nama “SILCE KODU” apakah adalah suatu “MERK DAGANG” milik PELAPOR? Dan telah di SAHkan oleh DIRJEN .HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) yang telah Terdaftar bahwa nama SILCE KODU sah milik PELAPOR a.n Sesilia Bolu Kodu? Atau apabila nama seorang Manusia, TERMOHON harus dapat membuktikan secara sederhana di dalam Persidangan ini bahwa Kartu Tanda Penduduk,Akta Kelahiran atau Ijasah Pelapor mencantumkan Nama ALIAS / SAMARANNYA;-

 

Bahwa untuk Ketahuan yang Mulia Hakim Praperadilan bahwasanya di Dunia Maya atau Media Sosial/Facebook nama alias begitu banyak nama “SILCE KODU”  (bukti P-3)

 

Bahwa untuk diketahui Yang Mulia Hakim Praperadilan bahwa nama Pelapor yang merasa dicemarkan namanya  adalah “ Sesilia Bolu Kodu” bukti sesuai ijasah Pelapor      ( vide bukti P- 4 )  tidaklah tertulis di dalamnya alias SILCE KODU;-
Bahwa dalam Status Facebook milik pemohon, yang dituliskan PEMOHON sangat jelas bahwa berdasarkan kekecewaan terhadap prilaku suaminya yang tertangkap basah bersama “SELINGKUHANNYA” di dalam kamar kos milik suami PEMOHON. Serta secara sadar suaminya memasukkan Celana dalam selingkuhannya dalam tas miliknya sendiri;-

 

Bahwa Bunyi pasal 27 ayat 3 UU no.11 tahun 2008 berbunyi : “ Setiap orang dengan sengaja dan tanpa Hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik”;-

 

Bahwa didalam  Facebook milik Pemohon, Pemohon menuliskan status Kekecewaan, Kekesalan dan Kecaman yaitu :  “Briptu Dery Adventa Raga….mantap ko?? Tapi sayangnya BRIPTUnya mantap di lonte saja….sampai tas dibawa ke mana – mana… cek punya cek CD (celana dalam) bekasnya LONTE…hahaha kasian”

 

Bahwa berkenaan dengan keterangan poin 33 di atas, sama sekali tidak terpenuhi unsur Pencemaran Nama Baik. Pencemaran Nama seseorang / penyebutan Nama yang disertai pencemarannya ataupun Penghinaan disertai nama orang yang dihina;-

 

Bahwa selanjutnya dalam diskusi / Dialog selanjutnya PEMOHON tidak pernah mengatakan / menyebutkan Bahwa SILCE KODU adalah LONTE (nama diikuti pencemarannya). Bila dicermati, PEMOHON menuliskan 2 (dua) kali percakapan yang menyebut nama Silce Kodu namun tidak ada Pencemarannya, yaitu :…“ hmmm hax saja ibu silce Kodu lari dari TKP” dan dialog lainnya menuliskan “ k rin…masalah ibu silce orang berpendidikan tinggi n punya harga diri..hampir kena kebas tadi malam Cuma dia pake lari kabur lagi say..”

 

Bahwa “ LONTE” bukanlah sebuah NAMA,  arti LONTE dalam KBBI (kamus besar bahasa indonesia) = Perempuan Jalang. Bila di cermati dalam Hukum positif yang berkenaan dengan Penghinaan atau Pencemaran nama baik , Kalimat tersebut (Lonte) memenuhi dalam Unsur / Delik Penghinaan / Pencemaran, Namun tidaklah menjadi suatu tindak pidana Pencemaran Nama Baik bila tidak langsung diikuti SUBJEKnya / Nama orang.  Seperti sebuah Contoh : “ Apakah seseorang yang maki-maki dengan menyebut kata “Lonte” sepanjang jalan dikatakan sebagai suatu tindakan Penghinaan / Pencemaran Nama Baik ???” Unsur Penghinaan dan pencemaran bisa dikatakan terpenuhi namun Unsur lainnya yaitu Nama orang yang dicemarkan Tidak ada, sehingga otomatis sebuah Penghinaan/Pencemaran tersebut,walau dimuka umum sama sekali bukanlah tindak Pidana Pencemaran Nama baik karena tidak absolute memenuhi semua unsur-unsurnya berkenaan PENCEMARAN NAMA BAIK!!!

 

Bahwa berdasarkan Keterangan Point 33 dan 35 di atas, bisa dikatakan TERMOHON menetapkan PEMOHON menjadi Tersangka bukan berdasarkan bukti materiil dan formil serta sangat tidak subjektif dan sangat tidak objektif terkesan TERMOHON hanya berdasar  pada “ BUKTI  PERKIRAAN YANG CUKUP” ( Cuma kira-kira );-

 

Bahwa sesuai keterangan no. 33 dan 35 diatas , bisa dikatakan tidak ditemukan Penyebutan nama  Silce Kodu ataupun Nama  Pelapor(sesilia Bolu Kodu) yang diikuti Penghinaan atau Pencemarannya ( otomatis tidak terpenuhi semua unsurnya). Hal ini membuktikan dengan Sempurna bahwa Kinerja TERMOHON dalam Penyelidikan , Penyidikan sampai Penetapan Tersangka sangatlah tidak Relevan dan terkesan tidak professional dan berujung pada Kerugian bagi PEMOHON;-

 

Bahwa dalam Mempermasalahkan Konten yang diduga memiliki Muatan Penghinaan atau Pencemaran Nama Baik,harus memperhatikan 2 (dua) hal yaitu (sitompul,2012): “ Dalam Konten yang dipermasalahkan Harus ada Kejelasan Identitas orang yang Dihina / Dicemari. Identitas itu harus mengacu kepada orang pribadi tertentu dan bukan kepada suatu pribadi hukum,bukan pula ditujukan kepada orang secara umum,atau kelompok orang berdasarkan ras,suku,agama atau golongan.”

 

Bahwa Pelaporan PELAPOR terhapap PEMOHON seharusnya dikatagorikan oleh TERMOHON sebagai “ EROR PERSONA” pada tingkat Penyelidikan / Penyidikan karena tidak ada hubungan yang mengikat ataupun kesesuaian dengan bukti identitas bahwa PELAPOR adalah adalah Silce KODU sehingga tidaklah ada hubungan hukum secara otentik antara Sesilia Bolu Kodu dengan LONTE ataupun dengan SILCE KODU;-

 

Bahwa Penyelidikan dan Penyidikan sampai kepada Penetapan Tersangka oleh TERMOHON, sama sekali tidak terpenuhi Prinsip sebagai delik atau Unsur Aduan  Absolute untuk dikriminalisasi. Karena yang dimuat dalam Status Facebook PEMOHON adalah LONTE tanpa diikuti Nama orang (mohon perhatikan pertimbangan MA terhadap kasus No. 183K/Pid/2010 tentang masalah penghinaan PT.Duta Pertiwi);-

 

Bahwa Pencemaran / penghinaan Tanpa menyebutkan nama dikategorikan Penghinaan NO MENTION. Mohon Yang Mulia Hakim Praperadilan memperhatikan salah satu Yurisprudensi yaitu Putusan Pengadilan Negeri Nomor. 292/Pid.B/2004/PN.Rbi, Yang menekankan “Pentingnya Penyebutan Nama  yang dibarengi Tuduhan, untuk Menentukan Muatan Pencemaran Nama Baik atau Penghinaan”;-

 

Bahwa Dalam menyikapi UU ITE pasal 27 ayat (3) tentang pencemaran Nama Baik, Konten yang dipermasalahkan Harus ada Kejelasan Identitas orang yang diHina atau dicemarkan, Identitas tersebut harus mengacu Pada Pribadi yang Melapor bukan hanya berdasar Perasaan tanpa didukung adanya bukti-bukti lain secara otentik yang menerangkan bahwa PELAPOR adalah benar – benar KORBAN tindak pidana serta adanya kesesuaian atara Laporannya dengan bukti-buktinya yang memenuhi semua unsur pidananya secara Absolut ( adanya Pencemaran / Penghinaan diikuti nama subjek/orang );-

 

Bahwa didalam ilmu informasi dan transaksi elektronik ada materi pembelajaran yang namanya Etika Tehnologi Informasi. Etika Tehnologi Informasi, pada dasarnya ketika orang beropini misalnya mengecam,orang menggunakan kata-kata bodoh dengan kata gila dan sebagainya. Hal itu dilihat dari konteks kecaman artinya  menyesalkan kejadian itu berarti kalau misalnya seseorang mengatakan bahwa seseorang itu gila maksud seharusnya dia tidak gila, bodoh seharusnya dia tidak bodoh berarti pintar artinya kita harus berfikir dari sisi Kecamannya kalau orang bicara kecaman di Facebook, berbicara sebaliknya jadi kalau dia mengungkapkan kata bodoh sebenarnya maksudnya adalah seharusnya dia bertindak tidak bodoh supaya kejadian itu tidak terjadi / terulang lagi kepadanya atau orang Lain;-

 

Bahwa  pemuatan status di dalam Facebook / mediasosial otomatis berkaitan dengan opini atau pendapat itu ada yang berupa kritikan, kritikan itu sifatnya adalah menanggapi suatu fakta dengan cara memberi solusi terus kemudian ada juga opini yang bersifat kecaman, Kecaman ini sifatnya adalah menyesalkan atau kekecewaan sebuah fakta peristiwa yang memilukan misalnya ada suatu kejadian buruk. Kemudian orang yang beropini itu merasa menyesalkan kejadian seharusnya tidak / mengapa terjadi. Hal tersebut namanya kecaman supaya dikemudian hari tidak terjadi kejadian atau peristiwa seperti itu lagi. Kemudian ada yang namanya komentar, komentar itu sekedar memberikan pendapat tentang suatu fakta peristiwa yang ada;

 

Bahwa biasanya Pemuatan status di Facebook memang berbalasan karena seorang pemilik akun FB itu pasti memiliki banyak teman dan teman- temannya itu bisa membaca status itu lalu dia membalas disitulah timbul dialog interaktive atau diskusi ;

 

Bahwa  Tindakan PEMOHON yang Mengupdate status dengan menuliskan kata makian dan merendahkan  adalah tindakan  membela harga diri dengan mengungkapkan KEKECEWAAN HATI yang berasal dari suatu perilaku Bejat sang Suami. Sehingga Seyogyanyalah oleh Termohon ungkapan kekecewaan PEMOHON di Facebook tidak masuk dalam delik atau unsur pencemaran Nama Baik. Vide Ayat 3 Pasal 310 KHUP :        “ Tidak merupakan Pencemaran atau Pencemaran Tertulis, Jika Perbuatan Jelas dilakukan Demi Kepentingan Umum, atau Terpaksa untuk Membela diri”

 

Bahwa Ayat 3 pada pasal 310 KUHP ”…..Terpaksa Membela diri’ Janganlah diartikan Kerdil oleh TERMOHON hingga serta merta dengan mudah menetapkan PEMOHON menjadi TERSANGKA. Bahwa kata  TERPAKSA membela diri bukan hanya harus berasal dari suatu kekerasan Fisik tapi juga harus dilihat dari sisi lain salah satunya yaitu adanya “MENTAL ABUSE yang dialami PEMOHON berkenaan PERSELINGKUHAN suaminya (seorang oknum Kepolisian Polres Sumba Barat) dengan LONTE”
Bahwa Untuk Ketahuan Yang Mulia Hakim Praperadilan, Bunyi pasal 310 ayat 3 KUHP selaras dengan Putusan PK Mahkamah Agung No. 22 PK/Pid.sus/2011 yang membebaskan Prita Mulya sari dari semua Tuntutan JAKSA, atas Laporan pidana pencemaran nama baik dari Managemen Rumah sakit OMNI Tangerang. Putusan itu mengandung arti “ Bahwa Pihak-pihak yang menyebarkan informasi terkait Kekecewaan atas suatu Kejadian/ Fakta Objektif yang Dialaminya TIDAK PATUT DIPIDANA”

 

Berkenaan dengan Putusan PK Mahkamah Agung No. 22 PK / Pid.sus / 2011 sebagai Yurisprudensi, maka menerangkan secara Gamblang bahwa tindakan TERMOHON menetapkan tersangka pada PEMOHON terkesan adalah Tindakan tidak profesional karena TERMOHON tidaklah melihat benar secara Objektif Motif dasar Pencemaran tersebut. Termohon hanya memaksakan kehendak melalui  satu unsur / delik Penghinaan dan pencemarannya saja lalu melupakan delik / unsur lainya yaitu sebuah NAMA. Sehingga TERMOHON tidak menggali lebih dalam unsur / delik secara absolute, agar TERMOHON bisa melihat dengan Jelas dalam Penyelidikan / penyidikan mengenai Patut tidaknya tindakan Pencemaran nama baik yang dilakukan PEMOHON dikategorikan PIDANA / Dikriminalisasikan;-

 

Bahwa berdasar putusan PK Mahkamah Agung di atas, Terkesan secara nyata dan gamblang TERMOHON tidak mengerti / Paham bahwasanya UU ITE pasal 27 ayat 3 mempunyai batasan, yaitu : “ Bahwa tidak semua tindakan pencemaran Nama Baik bisa diadukan karena Hukum Pidana atau Perdata. Karena Penyebaran Keluhan atau Kekecewaan di media social, termasuk mereka yang ikut-ikutan menyebarkannya,tidak bisa serta merta dikriminalkan, Jadi mereka yang Kecewa atas sesuatu atau karena kebijakan pejabat atau kekecewaan konsumen terhadap suatu pelayanan dan juga mereka yang berada dalam situasi terdesak ataupun terancam jiwanya atau terpaksa membela dirinya Tidak Patut DIPIDANAKAN  atau DIKRIMINALISASI”;-

 

Bahwa untuk memahami perkembangan hukum dan putusan yang telah ada di Indonesia dan yang sudah diputuskan oleh Judex Fatie dan Judex Juris. Pemohon menyarankan seyogyanyalah TERMOHON harus banyak MEMBACA semua Yuriprudensi, Doktrin Hukum. Dan bukan hanya membaca saja, namun haruslah tunduk pada Bunyi Putusan tersebut sehingga wawasan Hukum TERMOHON bisa luas tidak sempit;-

 

Bahwa sangat disayangkan, terkesan TERMOHON sama sekali tidak memahami Esensi dari UU ITE pasal 27 ayat (3) tentang Pencemaran Nama Baik dan  essensi pasal 310 KUHP, sehingga PENYELIDIKAN dan PENYIDIKAN hanya bermodalkan kualitas bukti permulaan yang cukup BURUK (sama sekali tidak terpenuhi semua unsur-unsurnya secara absolute), lalu memaksakannya agar PEMOHON dijadikan TERSANGKA;-

 

Bahwa Berkenaan Keterangan di atas dapatlah disimpulkan Tidak Sahnya Penetapan Tersangka oleh TERMOHON kepada PEMOHON dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek  :

Tidak adanya Hubungan Hukum antara Pelapor dan Silce Kodu karena nama Alias yang digunakan sangat banyak oleh Pelapor yaitu Sarce,chelsyel dan ironisnya dalam Facebook  adalah CHE SHA;-
TERMOHON TIDAK LAYAK LAKUKAN PENYIDIKAN terhadap kasus ini, karena Tidak Terpenuhinya Unsur secara absolut Pencemaran/Penghinaan Nama Baik, yaitu: Pencemarannya Tanpa dibarengi Nama atau Penyebutan nama tidak dibarengi dengan Pencemarannya;-

 

TERMOHON kurang memperluas Wawasan terhadap Pertimbangan Hukum yang telah terjadi. Contohnya Pertimbangan Hukum dari Mahkamah Agung  atas Kasus Prita dan/atau putusan Lainnya berkenaan “ PENCEMARAN NAMA BAIK”

 

Bahwa Berdasarkan alasan – alasan di atas, maka Pemohon memohon Kepada Ketua Pengadilan Negeri Waikabubak cq  Hakim Yang memeriksa dan mengadili Praperadilan ini untuk menjatuhkan Putusan yang Amarnya berbunyi sebagai berikut :

 

Mengabulkan Permohonan PraPeradilan dari Pemohon.

 

Menyatakan dalam Hukum bahwa tindakan pihak Termohon yang telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka adalah tidak Sah karena tidak mempunyai dasar Hukum atau bukti Cukup berkenaan dengan Unsur-Unsur Pencemaran Nama Baik sehingga proses Penyelidikan dan Penyidikan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

 

Menyatakan dalam Hukum, Bahwa Penyelidikan dan Penyidikan yang kemudian dituangkan pada Surat Penetapan Tersangka NOMOR:.S.GIL / 432 / X / 2016 / RESKRIM dikeluarkan pada tanggal 10 Oktober 2016 dan Nomor: S.Gil/432 .01/XI/2016/RESKRIM dikeluarka tangggal 01 November 2016 dan No: S.GIL/80/II/2017/RESKRIM 01 Febuari 2017 adalah Tidak Sah;-

 

Memerintahkan Termohon untuk menghentikan Proses Hukum kepada Pemohon terkait Pencemaran Nama Baik;-

 

Memerintahkan kepada Termohon untuk memulihkan Hak, Harkat dan Martabat Pemohon sesuai dengan Perundangan yang berlaku;-

 

Atau,

 

Apabila Pengadilan Negeri Waikabubak berpendapat lain, Mohon Putusan Yang Seadil – adilnya Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.                          

Pihak Dipublikasikan Ya